KEABSAHAN PERJANJIAN SEWA RAHIM (SURROGACY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keabsahan perjanjian sewa rahim dalam perspektif hukum positif di Indonesia. Penelitian ini menerapkan metode hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta metode komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian sewa rahim merupakan perjanjian yang bersifat melawan hukum sehingga mengakibatkan perjanjian batal demi hukum. Sewa rahim tidak termasuk dalam kategori reproduksi dengan bantuan berdasarkan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 40 PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, serta Pasal 13 Permenkes No. 43 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah. Dalam perspektif Agama, Hak Asasi Manusia, maupun Moral tidak dapat dibenarkan pelaksanaan sewa rahim karena dianggap mengeksploitasi perempuan, sehingga sulit untuk diterapkan di Indonesia.

ABSTRACT

This research aims to examine the validity of surrogacy agreements from the perspective of positive law in Indonesia. It employs a normative legal method with a legislative approach and a comparative analysis. The findings indicate that surrogacy agreements are contrary to the law, rendering them null and void. Uterine rental does not fall under the category of assisted reproduction, as stated in Article 58 of Law Number 17 of 2023 concerning Health, Article 40 of Government Regulation Number 61 of 2014 on Reproductive Health, and Article 13 of the Minister of Health Regulation No. 43 of 2015 regarding the Implementation of Assisted Reproductive Services or Non-Natural Pregnancy. From the perspectives of religion, human rights, and morality, surrogacy is unjustifiable as it is seen as exploitative toward women, making its implementation challenging in Indonesia.