Penggunaan Gonadorelin dalam Penanganan Keterlambatan Pubertas pada Sapi Bali
Abstrak
Keterlambatan pubertas merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh peternak sehingga menyebabkan keterlambatan dalam produksinya. Beberapa hormon telah digunakan dalam penanganan kasus keterlambatan pubertas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan gonadorelin dalam penanganan keterlambatan pubertas pada sapi bali. Sapi bali yang digunakan adalah sapi bali betina yang telah berumur 24 bulan atau lebih yang belum menunjukkan tanda estrus untuk pertama kali (pubertas). Sapi bali betina dibagi menjadi 2 kelompok masing masing terdiri dari 16 ekor. Kedua kelompok diberi perlakuan berupa injeksi gonadorelin dengan dosis untuk kelompok 1 (P1) 50 ?g/ekor dan kelompok 2 (P2) 100 ?g/ekor. Pengamatan untuk diameter folikel dilakukan dengan USG sebelum injeksi gonadorelin dan sesudah munculnya estrus. Pengamatan terhadap munculnya estrus dan intensitas estrus dilakukan 2 kali sehari yaitu pukul 06.00 - 08.00 WITA dan pukul 17.00 - 19.00 WITA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata rata diameter folikel sebelum injeksi gonadorelin untuk P1 = 4,38 mm dan P2 = 4,41 mm sedangkan saat munculnya estrus rata rata diameter folikel untuk P1 = 7,68 mm dan P2 = 10,83 mm. Rata rata waktu munculnya estrus pada P1 = 6,38 hari sedangkan P2 = 4 hari, sedangkan intensitas estrus pada P1 = 1,5 dan P2 = 2,56. Secara statistik perbedaan diameter sebelum perlakuan tidak bermakna (p>0,05) sedangkan saat estrus terjadi perbedaan yang bermakna (p<0,05) diantara kedua perlakuan. Waktu munculnya estrus dan intensitas estrus secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05) diantara kedua perlakuan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian gonadorelin dapat merangsang perkembangan folikel dan menyebabkan munculnya estrus pada sapi bali betina yang mengalami keterlambatan pubertas.
##plugins.generic.usageStats.downloads##
Referensi
Bauer-Donton AC, Weiss J, Jameson. 1995. Roles of estrogen, progesteron and Ngr. In the control of pituitary Ngr. Receptor gene expression at the time of the preovulotary gonadotropin surges. J. Endrocinol. 136: 1014-1019.
Besung INK, Watiniasih NL, Mahardika GNK, Agustina KK, Suwiti NK. 2019. Mineral levels of Bali cattle (Bos javanicus) from different types of land in Bali, Nusa Penida, and Sumbawa Islands (Indonesia). Biodiversitas. 20(10): 2931-2936.
Budiyanto A, Thopianong TC, Triguntoro, Dewi HK. 2016. Gangguan reproduksi sapi bali pada pola pemeliharaan semi intensif di daerah sistem integrasi sapi kelapa sawit. Acta Vet. Indon. 4(1): 14-18.
Guntoro S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animal. 7th Ed. Lippncott Williams & Wilkins. Maryland. USA.
Laksmi DNDI, Trilaksana IGNB, Darmanta RJ, Darwan M, Bebas IW, Agustina KK. 2019. Correlation between body condition score and hormone level of Bali cattle with
postpartum anestrus. Indian J. Anim. Res. 53(12): 1599-1603.
Pemayun TGO. 2009. Induksi estrus dengan pmsg dan gnrh pada sapi perah anestrus postpartum. Bul. Vet. Udayana. 1(2): 83-87.
Pemayun TGO. 2010. Kadar progesteron akibat pemberian pmsg dan gnrh pada sapi perah yang mengalami anestrus postpartum. Bul. Vet. Udayana. 2(2): 85-91.
Schillo KK. 1992. Effects dietary energyon control of luteinizing hormone secretion in cattlr and sheep. J. Anim. Sci. 70: 1271-1282.
Toelihere MR. 1997. Peran Bioteknologi reproduksi dalam pembinaan produksi peternakan di Indonesia. Makalah disampaikan pada pertemuan teknis dan koordinasi Produksi Peternakan Nasional. Cisarua, 4-6 Agustus 1997.
Yavas Y, Walton J. 2003. Postpartum acyclicity in suckled beef cows: A review Theriogenol. 54(1): 25-55.